Rabu, 15 Februari 2012

PENGGUNAAN ALAT PERAGA CHART DAN ABACUS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKATENTANG PENGURANGAN BILANGAN CACAH DI KELAS III

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang  Masalah
Matematika sering sekali dianggap sebagai momok yang menakutkan oleh sebagian besar siswa. Selama ini pelajaran  Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Hampir setiap tahun selalu saja terdengar bahwa siswa tidak lulus ujian karena gagal dalam  Matematika. Pemerintah telah  melakukan  berbagai upaya, salah satunya pada mata pelajaran Matematika. Matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika pada bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan Matematika distrik.
UUD 1945 pasal 31 (3), mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (Arifin : 74)

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memperdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Jadi penekanan utamanya adalah  pembangunan nasional yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan Matematika, namun telah menjadi anggapan umum bahwa pendidikan Matematika merupakan salah satu pelajaran yang sulit dipahami dan dikuasai oleh sebagian besar siswa. Sulitnya pemahaman dan penguasaan siswa dibuktikan dengan rendahnya hasil evaluasi belajar Matematika pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Rendahnya hasil belajar merupakan tantangan bagi pendidikan, karena keadaan tersebut  membutuhkan penanganan yang serius untuk memperbaikinya, yaitu suatu upaya nyata untuk meningkatkan hasil belajar Matematika.  Usaha ini telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan instansi terkait antara lain: penambahan dan persiapan sarana yaitu alat bantu, pemantapan kemampuan guru, penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan metode   mengajar lainya.
Sedangkan tujuan yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebagai berikut :   (DEPDIKNAS, 2007 : 10).
(a) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika, (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,(d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak siswa yang menganggap Matematika sebagai pelajaran sulit dan menakutkan, hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan siswa mengubah kalimat verbal menjadi model Matematika dalam bentuk simbol-simbol Matematika, siswa tidak dapat menginterprestasikan penyelesaian. Dari soal-soal seperti ini siswa dapat belajar mendapatkan ide atau gagasan bagaimana Matematika yang dipelajari di sekolah dapat membantu memecahkan permasalah aktual yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.          Pendidikan Matematika sangat penting kedudukanya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik spritual, kemampuan profesional maupun sosial. Pendidikan Matematika sangat penting kedudukanya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik spritual, kemampuan profesional maupun sosial.
 Peneliti melihat cara yang digunakan di sekolah SDN 246 Rantebelu guru dipandang sebagai maha tahu dan sumber informasi sedangkan siswa belajar untuk memperoleh dan mengejar nilai yang tinggi. Walaupun pendekatan belajar satu arah sudah mulai disadari kurang efektif, tetapi penggunaannya masih mendominasi proses belajar. Sudah saatnya kegiatan belajar mengajar mempertimbangkan siswa sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan kata lain siswa memiliki pengetahuan konseptual dan prosedural yang benar, karena kedua hal ini sangat diperlukan bila siswa akan memecahkan suatu soal, khususnya penyelesaian pengurangan bilangan cacah  dalam Matematika. 
Rendahnya hasil belajar pada pengurangan bilangan cacah rupanya tidak hanya dialami siswa kelas III saja, tetapi hampir merata dialami oleh setiap kelas.  Hal ini terungkap dari hasil pembicaraan informal peneliti dengan beberapa guru kelas yang mengajar di SDN 246 Rantebelu. Hampir setiap guru kelas menyatakan bahwa materi ajar Matematika yang masih sulit diselesaikan oleh sebagian siswa adalah sajian materi pengurangan bilangan cacah dalam bentuk cerita.
Dilihat dari kondisi ini perlu kita ketahui bahwa belajar Matematika kelas III perlu menggunakan alat peraga pada pengurangan bilangan cacah. Oleh karena itu penggunaan alat peraga chart dan abacus sangat tepat untuk digunakan sebagai media pembelajaran pada siswa kelas III.
Bruner (Aisyah, : 2007 : 1-5) dalam teorinya mengungkapkan proses belajar siswa sebaiknya diberikan kesempatan pada siswa memanipulasi benda-benda atau alat peraga  yang dirancang secara khusus yang dapat diutak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep Matematika. Melalui alat peraga tersebut siswa akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda. Adapun peran guru dalam pembelajaran tersebut yaitu (1) perlu memahami struktur mata pelajaran, (2) pentingnya belajar aktif supaya siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar, (3) pentingnya   berpikir induktif.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan melalui tes awal yang diberikan guru dan peneliti di kelas III SDN  246 Rantebelu, diperoleh hasil belajar siswa dalam bidang studi Matematika pada pengurangan bilangan cacah sangat rendah yakni mencapai tingkat rata-rata hanya 4,33, hal ini juga dibuktikan pada prestasi belajar siswa yang tamat tahun 2010 yang berjumlah 17 siswa, yang menunjukkan bahwa:  siswa yang memperoleh nilai 8 adalah 22 %, siswa yang memperoleh nilai 7 adalah  22 %, siswa yang memperoleh nilai 6 adalah 30 %, dan siswa yang memperoleh nilai 5 adalah   26 %. Sementara tingkat ketuntasan rata-rata minimal yang diinginkan atau ingin diperoleh yakni 70 % -  84 % dan ternyata penyebab dari rendahnya hasil belajar yang dialami ini yakni adalah kurang pahamnya siswa terhadap  isi  soa.
Penanaman konsep penyelesaian pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan alat peraga harus mulai ajarkan sejak dini. Akibat rendahnya pemahaman siswa terhadap penyelesaian tersebut, lebih lanjut guru dibantu oleh peneliti memberikan soal sebagai tes awal. Kenyataan tentang masih banyaknya siswa yang masih rendah hasil belajarnya dalam penyelesaian pengurangan bilangan cacah didukung oleh hasil penelitian terdahulu  (Abidin, dalam Pasinggi, 2005) menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas IV SD dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah  hanya 14,3 %.
Agar siswa dapat menyelesaikan soal-soal pengurangan bilangan cacah yang hubungannya dengan soal cerita, siswa harus mampu membaca Matematika. Dalam hal ini siswa harus mampu mengartikan apa yang dibacanya dan seyogyanya membaca dan mengkaji kembali soalnya berulang-ulang bila diperlukan, siswa dituntut mampu membaca dengan cermat, mengerti dari makna kalimat yang terdapat dalam soal cerita tersebut.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka peneliti  menyimpulkan bahwa siswa harus mampu menentukan dan menggunakan operasi  hitung ataupun konsep dengan benar.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah “ Apakah dengan alat peraga Chart dan Abacus dapat meningkatkan hasil belajar Matematika tentang penyelesaian pengurangan bilangan cacah di Kelas III SDN 246 Rantebelu Kecamatan Larompong Kabupaten Luwu”?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai melalui  penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian, yakni mengetahui apakah dengan alat peraga Chart dan Abacus dapat meningkatkan hasil belajar Matematika tentang penyelesaian pengurangan bilangan cacah di kelas III SDN 246 Rantebelu Kecamatan Larompong     Kabupaten Luwu”.

D.    Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian dapat memberikan manfaat konseptual utamanya dalam pembelajaran Matematika. Di samping itu juga, kepada penelitian peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran Matematika SD.
1.    Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran Matematika dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah, karena dengan menggunakan alat peraga siswa memiliki kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga  yang dirancang secara khusus yang dapat diutak-atik dan diteliti oleh siswa dalam memahami suatu konsep Matematika khususnya pengurangan bilangan cacah.
2.    Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak seperti  berikut :
a.    Bagi siswa, hasil penelitian ini nantinya dapat membantu siswa dalam berbagai hal mengenai pengurangan bilangan cacah serta memberikan informasi tentang pentingnya minat dalam pembelajaran Matematika.
b.    Bagi guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang metode pembelajaran terutama dalam rangka meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran Matematika.
c.    Bagi peneliti, hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang bagaimana  menyelesaikan pengurangan bilangan cacah dan memberikan pengalaman untuk melakukan tindakan yang dapat membantu siswa menyelesaiakannya.
d.    Bagi sekolah, penelitian ini memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan metode pembelajaran Matematika.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN


A.    Kajian Pustaka

1.    Pengurangan Bilangan Cacah
Pembelajaran suatu pelajaran akan bermakna bagi siswa apabila guru mengetahui tentang objek yang akan diajarkannya, sehingga dapat mengajar materi tersebut dengan penuh dinamika dan inovasi dalam proses pembelajarannya. Demikian halnya pembelajaran pengurangan bilangan cacah, perlu memahami bagaimana karakteristik pengurangan bilangan cacah.    
Seperti yang diungkapkan oleh Untoro, (2006 : 32) ”pengurangan bilangan cacah adalah  operasi bilangan dengan mengurangkan bilangan yang terbesar dengan yang terkecil”. Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa bilangan  yang dapat dikurang adalah bilangan yang lebih besar dari pada pengurangnya. Adapun untuk melakukan pengurangan melalui beberapa teknik bergantung pada nilai tempat bilangan yang akan dikurangkan, yaitu tanpa teknik meminjam (memindah),  dengan teknik satu kali meminjam (memindah), dengan teknik dua kali meminjam (memindah), dan seterusnya.

2.    Hakekat Pemecahan Masalah
Pemecahan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar kehidupan manusia berdasarkan masalah-masalah. Oleh karena itu kita perlu memikirkan penyelesaian masalah itu. Dalam penyelesaian suatu masalah tidak hanya satu cara, namun bisa lebih dari satu cara. Hal ini tergantung dari kemampuan dan pengalaman seseorang dalam memecahkan masalah.
Di pihak lain, dalam pemecahan masalah ada empat langkah pendekatan yang perlu dilakukan, yaitu: ”1) Mengerti masalah, 2) Merancang cara pemecahannya,       3) Mengimplementasikan rancangan, 4) Melihat kembali”. (Polya, dalam         Hudojo, 2004 ).
Dilihat dari hakekat pemecahan masalah seperti yang terungkap di atas, untuk mengimplementasikan dalam proses pembelajaran soal cerita, tampaknya guru perlu mempersiapkan dengan baik pengetahuan siswa untuk dapat digunakan dalam pemecahan suatu masalah. Sehingga dengan demikian pembelajaran akan berlangsung dengan efektif dan efisien.  
3.    Pentingnya Pemecahan Masalah
Dalam melaksanakan pembelajaran yang berkaitan dengan soal cerita tentu ada kaitannya dengan menyelesaikan masalah. (Coony, dalam Hudojo, 1990 : 22)  ”mengajarkan murid untuk menyelesaikan masalah memungkinkan murid itu menjadi lebih analisis di dalam mengambil keputusan dalam kehidupan”.
Dengan kata lain jika seorang siswa dibiasakan atau dilatih untuk pemecahan suatu masalah, maka siswa akan mampu mengambil keputusan, sebab siswa tersebut akan mempunyai pengalaman dalam mengumpulkan informasi dan menyadari betapa perlunya meninjau kembali hasil yang diperolehnya, sehingga dengan keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah-masalah akan dapat menjadi motivasi pada diri siswa untuk mempelajari matematika.
4.    Pembelajaran Penyelesaian Pengurangan Bilangan Cacah  dalam Bentuk Cerita
Dalam Matematika soal cerita berkaitan dengan kata-kata atau rangkaian kalimat yang mengandung konsep-konsep Matematika. Soal cerita adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari pengalaman-pengalaman mereka yang berkaitan dengan konsep-konsep Matematika yang disajikan dalam bentuk cerita.  Dapat dikatakan bahwa soal cerita adalah soal Matematika yang diungkapkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan HJ Sriyanto (2007) bahwa soal cerita atau lebih tepatnya soal penerapan adalah soal Matematika yang dinyatakan dalam  rangkaian kalimat.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa soal cerita adalah soal Matematika yang diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita ada bermacam-macam dilihat dari segi jenis operasi yang terkandung dalam soal cerita itu. Ada hanya mengandung satu operasi, dua operasi, tiga operasi bergantung pada bentuk soal ceritanya. Untuk menanamkan konsep soal Matematika dalam bentuk cerita guru perlu memahami dengan baik karakteristik siswanya. Dengan memahami karakteristik siswa, selain dapat membantu guru dalam berkomunikasi dengan siswanya juga dalam proses pembelajarannya.
Berdasarkan penjelasan di atas dalam menyelesaikan soal cerita, maka kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah soal cerita tidak terlepas dari penjelasan tersebut. Dengan kata lain, rendahnya hasil belajar siswa dalam hal ini faktor yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita yang memuat operasi pengurangan bilangan cacah dalam bentuk cerita adalah pembelajaran guru. Pada saat guru dalam mengajar belum sepenuhnya menerapkan langkah-langkah penyelesaian soal cerita. Guru dalam mengajarkan penyelesaian soal cerita secara langsung tanpa mengetahui langkah-langkah pemecahan masalah.
Selain itu rendahnya hasil belajar siswa terlihat dari kesalahan yang dilakukan di setiap langkah dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah soal cerita. Rendahnya hasil belajar tersebut terlihat dalam: a) Memahami makna soal, siswa tidak dapat mengidentifikasi hal yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal, ketidaklengkapan siswa dalam mengidentifikasi hal yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal dikarenakan siswa tidak mengetahui makna dan manfaat menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal, ada anggapan guru tidak memberikan penjelasan lengkap tentang itu. b) Membuat kalimat Matematika, kesalahan siswa dalam membuat model Matematika untuk soal cerita disebabkan oleh  siwa tidak mengetahui pengertian model Matematika, ada anggapan bahwa guru kurang jelas menanamkan pengertian model Matematika kepada siswa. c) Melakukan perhitungan, kesalahan dalam menyelesaikan perhitungan disebabkan oleh siswa kurang mengerti tentang konsep pengurangan bilangan cacah. d) Siswa tidak dapat mengecek ulang, karena siswa tidak memgetahui bahwa akhir penyelesaian soal adalah menjawab sesuai dengan pertanyaan soal.
Barnett (dalam Pasinggi, 2005) mengemukakan suatu prosedur yang efektif bagi siswa agar dapat memahami suatu soal cerita, yaitu: (a) bacalah pernyataan soal cerita secara lengkap untuk mendapatkan suatu ide umum dari situasi tersebut,        (b) bacalah kembali soalnya untuk memahami hubungan-hubungan dari pernyataan soal, (c) bacalah pernyataan soal untuk mencatat konsep-konsep yang dianggap sulit,         (d) bacalah kembali soalnya untuk membantu mengorganisasikan langkah-langkah yang mungkin untuk menyelesaikan soal tersebut,  (e) bacalah soalnya lebih dari satu kali untuk mengecek prosedur penyelesaian yang akan digunakan.
 Namun sebelum membuat kalimat Matematika, siswa terlebih dahulu harus memahami soalnya. Hal ini berarti bahwa membuat kalimat Matematika merupakan langkah selanjutnya setelah memahami soal cerita. Setelah langkah memahami masalah dan menyusun rencana penyelesaian, maka selanjutnya dalam menyelesaikan soal cerita adalah menyelesaikan rencana (kalimat Matematika) yang telah disusun pada rencana penyelesaian masalah. Setelah mendapatkan suatu hasil dari penyelesaian, maka untuk mengetahui kebenaran penyelesaian soal cerita yang telah diselesaikan  perlu diadakan pengecekan kembali.
5.    Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi guru dan sisi murid. Dari sisi murid, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.       ( Conny R semiawan. 2008: 5 ) mengatakan bahwa manusia memiliki dua segi mental, pertama berasal dari kepala dengan ciri kognitif dan kedua berasal dari hati sanubari dengan ciri afektif. 
Berdsarkan teori taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga katagori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor. Rinciannya adalah sebagai berikut:
a.    Ranah  Kognitif, Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dam penilaian
b.    Ranah afektif, Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif  meliputi 5 jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai.
c.    Ranah psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati ). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor karena lebih efektif namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki murid setelah  menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kreteria dalam pencapaian suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila murid sudah belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Indra Munawar ( 2009 ) membagi 3 macam hasil belajar : (1) keterampilan dan kebiasaan (2) pengetahuan dan pengertian (3) sikap dan cita-cita.  Hasil belajar ini akan melengket terus pada diri murid karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan murid tersebut. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disentesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengalaman yang dilakuklan secara beulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangkah waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar turut serta dalam bentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan prilaku kerja yang lebih baik.

6.    Faktor –faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika
Prestasi belajar yang mempengaruhi pencapaian dari apa yang telah dipelajari ternyata banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara garis besar dapat dibagi dalam dua faktor yakni faktor intern dan faktor eksteren.
a.    Faktor Interen yakni : 1) Motivasi, modal utama yang harus dimiliki dalam mengikuti pelajaran adalah motivasi. Murid dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan apabila dalam dirinya tertanam rasa keinginan untuk belajar, 2) konsentrsi, untuk merai prestasi yang optimal dalam belajar sangat dibutuhkan adanya konsentrasi, yakni pemusatan perhatian penuh pada apa yang dipelajari dan segenap isinya serta situasinya, 3) reaksi, belajar secara terpadu merupakan salah satu model yang efektif. Maksudnya dalam belajar murid dituntut untuk memadukan usur fisik dan psikisnya, 4) pemahaman, seseorang akan dianggap berpretasi apabila dianggap mampu menguasai sesuatu dengan pikiran.  Dengan kata lain murid harus betul mengerti bahan ajar yang disajikan oleh seorang guru .
b.    Faktor Eksteren yakni : 1) Lingkungan, keberhasilan suatu proses belajar mengajar mengoptimalkan proses belajar mengajar banyak ditentikan oleh keadaan lingkungan, baik itu lingkungan tempat berlangsungnya PBM maupun lingkungan murid berintraksi dalam kehidupan sehari-hari. (Surya: 2001). Pendidikan disekolah maupun diluar sekolah tidak akan lepas dari lingkungan.  Lingkungan tempat berintraksi murid jaga ikut mempengaruhi proses dan hasil belajar, lingkungan yang dimaksud tidak lain adalah lingkungan keluarga dan masyarakat. Olenya itu sangat diharapkan dari pihak sekolah mampu menjalin kerja sama yang baik antar pihak luar sekolah seperti lingkungan masyarakat dan keluarga.            2) Tenaga Pengajar,  prestasi belajar yang optimal dapat diraih melalui proses belajar mengajar yang efektif. Efektifnya proses belajar mengajar tidak lepas dari peranan guru. Guru sebagai tenaga pengajar dapat membina hubungan yang harmonis dengan anak didiknya, khususnya saat proses belajar mengajar berlangsung. ( Surya : 2001 ) dalam proses belajar mengajar hendaknya terjalin hubungan yang mendidik dan mengembangkan.  Berbicara masalah hasil belajar yang berkaitan dengan tenaga mengajar, maka kita menitip beratkan pada tugas guru sebagai figur yang diharpkan merngsang perkembangan pribadi murid, figur ketauladanan, figur fasilitator dan sebagainya. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa guru dituntut berkompompetensi dalam menjalankan peranannya yang tidak semua orang mampu menjalanknnya.
Udin S Winata Putra (2001:71) menjelaskan bahwa pengertian mengajar adalah sebagai berikut:
mengajar adalah suatu pekerjaan professional yang menuntut kemampuan yang kompleks untuk dapat melakukannya. Sebagaimana halnya melakukan pekerjaan professional lain. Pekerjaan seorang guru menuntut keahlian tersendiri sehingga tidak semua orang mampu melakukannya.

Salah satu pengukuran untuk prestasi belajar yang dimiliki oleh murid adalah dengan melihat tingkat daya serap yang ada pada masing-masing murid. Tinggi rendahnya daya serap setiap murid sangat tergantung dari keaktifannya dalam mengikuti materi pelajaran sedangkan keaktifan belajar murid hanya mungkin terwujud apabila guru dalam menyajikan materi menggunakan pendekatan yang relevan, tidak membosankan, dan dapat membangkitkan, serta dapat mempertahankan minat dan gairah belajar murid.

7.    Hasil Belajar Pengurangan Bilangan Cacah dengan Alat Peraga
Menurut Pramutadi (2002: 40) bahwa ada 4 kategori belajar           Matematika yaitu:
a) Keterampilan intelektual yaitu memungkinkan murid atau seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya berdasarkan simbol gambaran dan konsep yang sudah terhimpun dalam struktur komitifnya, b) Kemampuan seorang murid dalam mengutak-atik suatu benda-benda konkret atau alat peraga, c) Keterampilan motorik yaitu kemampuan mengatur dan menyusun suatu benda yang diutak-atiknya itu, d)  Sikap kecenderungan seorang murid berprilaku terhadap lingkungannya.

Dari keempat kategori belajar matematika yang diungkapkan Pramutadi yang harus dipahami oleh guru,   ada satu kategori yang perlu kita pahami yaitu kemampuan seorang murid dalam mengutak-atik suatu benda-benda konkret atau alat peraga dimana memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran dengan menggunakan alat peraga. Di mana, melalui pembelajaran alat peraga anak akan dapat menggali kemampuan atau potensi dirinya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga merupakan salah satu cara dalam meningkatkan hasil pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.

8.    Langkah – langkah Penyelesaian Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Penggunaan Alat Peraga Chart dan Abacus
Belajar dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah khususnya soal cerita harus mengetahui  cara–cara dan langkah–langkah yang harus dilakukan siswa. Hanya dengan membaca atau mendengarkan penjelasan guru tidak akan menolong dan memberi pemahaman siswa dalam menyelesaikan.
Untuk memilih kemampuan menyelesaikan pengurangan bialngan cacah khususnya soal cerita sangat diperlukan pengetahuan prasyarat termasuk menguasai langkah–langkah menyelesaikan masalah/soal cerita tersebut. Menurut Polya (Aisyah, 2007: 5-20) penyelesaian pengurangan bilangan cacah dalam cerita bentuk dengan penggunaan alat peraga chart dan abacus terdiri atas empat langkah pokok, sebagai berikut : a) memahami masalah, b) membuat rencana untuk menyelesaikan masalah, c) melaksanakan penyelesaian soal, d) memeriksa jawaban  yang  diperoleh.
a.    Memahami Masalah
Pada langkah ini, kegiatan  diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan dengan menggunaan alat peraga (chart). Ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu siswa dalam mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal  yakni sebagai berikut: 1) apakah yang diketahui dari soal, 2) apakah yang ditanyakan soal, 3) apakah saja informasi yang diperlukan, 4) bagaimana akan menyelesaikan soal.
Berdasarkan pertanyaan–pertanyaan di atas diharapkan siswa dapat lebih mudah mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal. Dalam hal ini strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan diperlukan akan sangat membantu siswa melaksanakan tahap ini. Dengan contoh permasalahan sebagai berikut: Diketahui buah mangga yang dimiliki Abdul sebanyak 156 buah, ingin dibagikan kepada  temannya yakni Budi 45 buah. Berapa sisa buah yang dimiliki Abdul setelah dibagikan?
Penyelesaian
Diketahui: mangga yang dimiliki Abdul sebanyak = ....buah
Ditanyakan: Sisa buah yang dimiliki Abdul  = ...?
b.    Membuat Rencana Untuk Menyelesaikan Masalah
Penyelesaian pengurangan bilangan cacah khususnya pada soal cerita tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Dengan menggunakan alat peraga adapun tujuan dari perencanaan ini adalah agar siswa dapat mengidentifikasi strategi–strategi untuk menyelesaikan masalah yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu mengubah ke dalam model Matematika. Dari permasalahan di atas,  dimisalkan bahwa mangga milik Abdul = A, sedang dibagikan kepada temannya = B dan jumlah mangga yang dimiliki Abdul setelah dibagikan = C, Jadi model Matematika untuk masalah tersebut adalah : A – B = C atau C = A – B.
156 – 45 = C atau C = 156 – 45. 
c.    Melaksanakan Penyelesaian Soal
Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan – perhitungan Matematika dengan  menggunakan alat peraga (abacus) akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan penyelesaian pengurangan bilangan cacah khususnya soal cerita.
Dari model Matematika di atas dapat diselesaikan sebagai berikut :
A – B = C :      C = A – B
156 – 45 = 111      atau     C = 156 – 45 = 111
d.    Memeriksa Ulang Jawaban Yang Diperoleh
Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari penyelesaian pengurangan bilangan cacah dengan alat peraga         Hudojo (Aisyah, 2007). Adapun tujuan dari langkah ini adalah untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontrakdisi dengan yang ditanya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk memeriksa ulang jawaban yang diperoleh adalah :
(1)    Mencocokan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan.
(2)    Menginterpretasi jawaban yang diperoleh.
(3)    Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian masalah.
(4)    Mengidentifikasi jawaban atau hasil lain yang memenuhi.
Pada contoh penyelesaian permasalahan di atas hasil yang diperoleh untuk   kedua anak tersebut adalah 111 buah. Sedangkan unsur yang diketahui adalah  mangga milik Abdul 156, dan dibagikan kepada temannya 45 buah. Untuk membuktikan sisa mangga yang dimiliki dengan unsur yang diketahui atau belum hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
A = B + C = 45 + 111 = 156
Berdasarkan  penyelesaian soal di atas diperoleh jawaban: jadi, sisa buah yang dimiliki adalah 111 buah. Dari jawaban yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diketahui.
Keempat langkah pokok yang dikemukakan Polya merupakan prosedur yang harus diikuti dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah (termasuk soal cerita) Matematika. HJ Sritanto (2007 : 86) mengungkapkan bahwa setiap soal cerita atau soal penerapan dapat dikerjakan dengan tips  sebagai berikut :
(a) baca soal secara teliti, (b) catat secara jelas semua informasi yang diberikan/diketahui dari soal tersebut (c) catat secara jelas apa yang diminta atau ditanyakan dari soal tersebut (d) buat diagram, (e) membuat rencana, (f) kerjakan soal lain yang mirip dengan soal tersebut, (g) kerjakan rencana yang sudah disusun, (h) check jawaban, dan (i) periksa kembali jawaban.

Dengan menguasai keempat  langkah tersebut di atas, maka diharapkan siswa dapat memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menyelesaikan pengurangan bilangan cacah khususnya soal cerita di SD.
9.    Hakikat Alat Peraga
Alat peraga merupakan alat bantu yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Beberapa pengertian yang sering diambil sebagai patokan adalah dalam Kamus Bahasa Indonesia (Badudu, 2001) mengatakan alat peraga yaitu  alat yang digunakan dalam pengajaran yang dapat dilihat sehingga tahu benar yang dimaksud  atau sebagai alat untuk menghitung dan sebagainya. Berdasarkan pendapat di atas, maka alat peraga dapat diartikan sebagai alat bantu dalam mengajar untuk membantu dan merangsang minat belajar serta memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah verbalisme sehingga mengajar lebih efektif. Dalam penelitian ini, alat peraga yang dimaksud adalah penggunaan chart dan abacus pada pengurangan bilangan cacah.
a.    Pengertian  Alat  Peraga Chart  dan  Abacus
Dari beberapa keterangan mengenai penggunaan alat peraga chart dan abacus dapat memberikan gambaran tentang bagaimana situasi belajar dalam kelas yang pengajarannya menggunakan alat peraga.  Menurut Ahmad Rifai (2001:68) “kata chart berasal dari bahasa Inggris yang artinya tulisan atau gambar”.               Chart berarti tiruan angka dan tulisan. Jadi chart merupakan tiruan yang berisi kumpulan tulisan (ringkasan), skema, gambar, tabel yang disusun berdasarkan topik materi pembelajaran”.
Media chart adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara diagramatik dengan menggunakan lambang-lambang visual untuk mendapatkan sejumlah informasi yang menunjukkan perkembangan ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari dari sudut waktu dan ruang.
Bahan chart biasanya kertas ukuran  yang  mudah ditulisi, dan berwarna cerah. untuk daya tarik  dicetak dengan aneka warna dan variasi desainnya. Dengan demikian alat peraga dapat menarik perhatian siswa.  
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Badudu, 2002) menyatakan bahwa ”abakus : dekak-dekak : sempoa”. Abakus adalah lempeng datar di atas kepala tiang dengan pinggiran cekung”.  Abakus biji atau dekak-dekak adalah salah satu media pengajaran Matematika yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep atau pengertian nilai tempat suatu bilangan (satuan, puluhan, ratusan, ribuan) serta operasi penjumlahan dan pengurangan.
Sejalan dengan pendapat di atas Miyanto (2007: 1) menyatakan bahwa; 
“ abacus adalah alat hitung sederhana yang menggunakan batu-batuan, manik-manik, atau cincin sebagai sebagai alat penghitung abakus merupakan alat hitung konvensional. Alat ini dapat membantumu untuk menghitung dengan cepat”.

Pada umumnya abakus berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu. Pada bagian dalam abakus diberi manik-manik. Jadi dengan penggunaan alat peraga demikian maka diharapkan mampu memberikan minat serta mampu membangkitkan semangat belajar siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmadi (Aisyah, 2007: 2) bahwa “karena guru memperagakan tertariklah perhatian siswa dan bangkitlah aktivitasnya”.    Karena guru mengajar aktif maka bahan pengajaran masuk melalui indera ke dalam jiwa siswa dan bangkit pulalah perhatiannya. Timbullah keaktifan siswa mengenai bahan pengajaran lebih lanjut.
b.     Manfaat Alat Peraga Chart dan Abacus Dalam Pengajaran
Dalam penggunaan suatu alat peraga tentunya terdapat suatu manfaat yang ada di dalamnya yakni menurut Arif Sardiman (2002 : 56) mengemukakan bahwa manfaat yang terkandung dalam penggunaan chart yaitu untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep yang abstrak, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut. Dengan melihat, obyek/ alat peraga maka siswa mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep. 
Sedangkan Menurut Abdul Karim H. Ahmad (2007 : 10) mengemukakan bahwa pengajaran Matematika menggunakan alat peraga abacus dapat berfungsi sebagai berikut:
pemakaian alat peraga abacus dalam proses belajar-mengajar, dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh terhadap siswa. Penggunaan alat pada tahap anak didik terutama siswa kelas III, pembelajaran akan sangat membantu keefktifan proses pembelajaran dan penyampaian dan isi pelajaran pada saat itu.
Selain fungsi pengajaran dengan menggunakan alat peraga seperti yang dikemukakan di atas sebagai berikut disebutkan: manfaat alat peraga dalam pengajaran menurut Triana (2004: 20) mengemukakan manfaat alat peraga dalam pengajaran sebagai berikut: a) menambah kegiatan belajar siswa, b) menghemat waktu belajar (ekonomis), c) menyebabkan agar hasil belajar siswa lebih permanen atau mantap, d) membantu anak-anak yang ketinggalan dalam pelajaran, e) memberikan alasan yang wajar untuk belajar karena membangkitkan minat perhatian (motivasi) dan kreatifitas pada siswa, f) memberikan pemahaman yang lebih tepat dan jelas. Dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus, maka konsep-konsep abstrak dalam pengajaran pokok bahasan bilangan cacah akan disajikan dalam bentuk konkrit berupa alat peraga.
c.    Alasan  Memilih Alat Peraga Chart dan Abacus
Alat peraga chart dan abacus  sangat tepat untuk pembelajaran Matematika  kelas III khususnya pengurangan bilangan cacah dalam bentuk cerita.  Melalui teori Arif Sardiman (2002 : 56) yang mengemukakan bahwa manfaat yang terkandung dalam penggunaan chart yaitu untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep yang abstrak, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut. Di mana dengan melihat obyek/ alat peraga maka siswa mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep.
Melalui teori Bruner (Aisya, 2007: 6) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang diteliti, siswa akan melihat langsung bagaimana keteraturan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikan dan memberikan mereka suatu kejelasan terhadap hasil yang ditemukan. Karena belajar Matematika adalah belajar tentang pemahaman konsep dan penggunaan benda-benda konkrit didalamnya.
Menurut Hamalik (Aisyah, 2007:  6) ada 3 alasan  penggunaan alat  peraga chart dan abacus dalam suatu pembelajarn yaitu:
(1)  memiliki peran sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses belajar-mengajar (2) berperan sebagai pencapaian tujuan pembelajaran (3) memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar Matematika tentang pengurangan bilangan cacah.

d.    Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Alat Peraga Chart dan Abacus
Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.  Dalam penggunaan media atau alat peraga tentu di dalamnya terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pemakaiannya. 
Menurut Ahmad Rifai (2001: 87), penggunaan alat peraga chart memiliki kelebihan tertentu yakni:
a) Mampu memberi info ringkas dengan cara praktis, b) Media yang cocok untuk kebutuhan dalam ruangan atau luar ruangan, c) Bahan dan pembuatan murah, d) Mudah dibawa kemana-mana, e) Membantu mengingatkan pesan dasar bagi fasilitator/ pengguna media, f) Merupakan ringkasan visual suatu proses pembelajaran,

Sedangkan menurut Alex Sobur (2006:78) terdapat kelebihan dalam penggunaan alat peraga  abacus, yakni:
a) bersifat konkret dan penggunaannya praktis, b) mempunyai variasi dan teknik, c) dapat disiapkan oleh guru sendiri, d)  dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, e) harganya murah dan mudah mendapatkan serta menggunakannya, f) mampu memberikan pemahaman akan konsep suatu penjumlahan dan pengurangan.

Sedangkan kekurangan dalam penggunaan alat peraga chart menurut Sardiman Arief (Cipa Diana : 2008) menyatakan bahwa terdapat kekurangan dalam penggunaan chart yakni penggunaannya hanya memfokuskan pada indera mata saja, tidak dapat digunakan pada kelompok besar (lebih dari 20 siswa), dan tidak semua materi dapat disajikan, Sedangkan Alex Sobur (2006: 85) menerangkan bahwa penggunaan alat peraga abacus ini terdapat suatu kekurangan yakni: a) memerlukan kecakapan khusus dalam mengajarkan sesuai dengan konsep yang ada, b) menuntut cara kerja yang teratur karena urutan mudah kacau, c)  memerlukan penataan dan kejelian yang cukup dalam penggunaan.
B.    Kerangka Pikir
 Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlu adanya pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah dengan menggunakan alat peraga. Pembelajaran ini dipilih karena sesuai dengan karakteristik materi soal cerita khususnya pada materi pengurangan bilangan cacah dalam bentuk cerita yang banyak dijumpai dalam lingkungan kehidupan sehari-hari anak. Selain itu pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip dan keterampilan Matematika.
Berdasarkan kajian pustaka yang mendasari Penelitian Tindakan Kelas disusunlah kerangka pikir penelitian dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus yang merupakan implementasi pelaksanaan rancangan yang telah disusun secara kolaboratif antara peneliti sebagai praktisi dan guru kelas III dan seorang teman sejawat sebagai observer (pengamat).
Kerangka Pikir Dalam Setiap Siklus





















C.    Hipotesis Tindakan
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan        yakni jika dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus dalam pembelajaran pengurangan bilangan cacah di Kelas III SDN 246 Rantebelu sesuai kriteria, maka penggunaan alat peraga chart dan abacus dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pengurangan bilangan caca di kelas III SDN 246 Rantebelu     Kecamatan Larompong,  Kabupaten Luwu.



BAB III
METODE PENELITIAN




A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian yang menjelaskan hasil penelitian tanpa mempergunakan perhitungan statistik.   Pendekatan ini dipilih untuk mendeskripsikan aktivitas siswa dan guru dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran.
Dalam Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu rancangan berdaur ulang (siklus). Hal ini mengacu pada pendapat (Mc. Taggart, dalam Pasinggi, 2005) bahwa penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi).
B.    Setting dan Subjek Penelitian
SDN Rantebelu terletak di ujung  Kecamatan Larompong.  Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut  (1) lokasi SD tersebut cukup strategis, (2) berdasarkan pemantauan ketika mengunjungi SD tersebut, calon peneliti melihat penyelesaian soal pengurangan bilangan cacah  pada siswa masih kurang mampu dalam memahami masalah dan belum dapat menentukan kalimat  Matematikanya, dan tidak mampu menyelesaikannya. 
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 246 Rantebelu pada kelas III dengan jumlah 18  siswa yaitu 6 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Karakteristik siswa kelas III barvarisi, yaitu dilihat dari status ekonomi siswa tua, pendidikan orang tua, dan status sosial orang tua. Calon peneliti juga pernah menimba ilmu pengetahuan di sekolah ini atau dengan kata lain calon peneliti pernah bersekolah di  SDN 246 Rantebelu.

C.    Fokus Penelitian
Untuk menjawab masalah yang dikemukakan sebelum di atas maka ada beberapa faktor yang ingin diselidiki yakni:
1.    Faktor siswa yakni dengan melihat apakah tingkat kemampuan siswa dalam  menyelesaikan pengurangan bilangan cacah  berada   dalam kategori.
2.    Faktor guru yakni dengan memperhatikan apakah persiapan materi dan kesesuaian pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran di kelas.
3.    Hasil yakni melihat hasil dari penggunaan alat peraga chart dan abacus dalam pembelajaran pengurangan bilangan cacah.
4.    Faktor sumber pembelajaran yakni dengan memperhatikan sumber pembelajaran yang digunakan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,  demikian pula latihan dan tes yang diberikan, apakah sudah berjenjang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa serta tujuan yang akan dicapai dengan prosedur penggunaan alat peraga chart  dan abacus.
D.    Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu rancangan berdaur ulang (siklus). Hal ini mengacu pada pendapat (Mc. Taggart, dalam Pasinggi, 2005) bahwa penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi).
Metode penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan guru. Batas-batas tindakan yang diambil adalah perbaikan strategi mengajar guru, khususnya dalam pembelajaran soal cerita dengan menggunakan alat peraga. Suasana kelas diperbaiki sehingga ada kebebasan bagi siswa dan guru untuk berkreasi. Selain itu juga teknik evaluasi dikembangkan, aspek yang dinilai bukan hanya hasil tetapi juga proses mendapatkan hasil tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis (dalam Madya,  2005 :25) yaitu ”suatu siklus spiral yang terdiri dari komponen yang meliputi (1) rencana tindakan (plan), (2) pelaksanaan (act),  (3) observasi (observe), dan (4) refleksi (reflect).” Dalam penelitian ini, peneliti memulai dari refleksi awal atau penjajakan (reconnaissance) yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tema penelitian.






















Gambar di atas menunjukkan proses penelitian tindakan
Kemmis dan Mc Taggat  (madya,2005:25)


1.    Tahap Orientasi Awal
Mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal  pelaksanaan  penelitian.
a. Melakukan diskusi dengan guru kelas III untuk mendapatkan gambaran bagaimana penggunaan alat peraga pada pembelajaran pengurangan bilangan cacah dalam pengajaran Matematika.
b. Mengadakan observasi awal terhadap pelaksanaan penggunaan alat peraga di kelas, sekaligus memahami karakteristik pembelajaran. Tujuannya untuk mengetahui kebiasaan di dalam memberikan soal  kepada siswa, langkah-langkah yang ditempuh untuk menyelesaikannya, sebagai langkah awal membuat rancangan pembelajaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan tindakan.

2.    Rencana Tindakan
Pada tahap rencana pelaksanaan tindakan ini ada beberapa hal yang dilakukan sebagai berikut:
a.  Menyamakan persepsi antara peneliti dengan guru tentang cara pembelajaran pengurangan bilangan cacah yang akan digunakan dalam pengajaran Matematika.
b. Menyusun rancangan tindakan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus dalam pembelajaran pengurangan bilangan cacah. 
c. Menentukan strategi pelaksanaan pembelajaran pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika.
3.   Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini merupakan implementasi pelaksanaan rancangan yang telah disusun secara kolaboratif antara peneliti sebagai praktisi dan guru kelas III sebagai observer (pengamat). Adapun kegiatan yang dilakukan adalah guru melaksanakan tindakan pembelajaran memahami masalah dengan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan rancangan pembelajaran siklus I.
Kegiatan tindakan direncanakan 3 siklus  dan jika  diperlukan maka siklus dapat diperpanjang sampai siswa dapat memahami cara menyelesaikan soal Matematika mengenai pengurangan bilangan cacah. Setiap siklus tindakan terdiri dari empat komponen (rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi). Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut, maka dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur sebagai berikut:
a.    Rencana Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini meliputi:
1.    Membuat skenario pelaksanaan tindakan
2.    Membuat lembar obsrvasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas ketika penggunaan alat peraga chart dan abacus dilaksanakan.
3.    Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep – konsep Matematika dengan baik.
4.    Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi Matematika dikuasai  oleh siswa.
b.    Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dalam penelitian ini dilakukan menurut model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggard (Madya 2005: 25) yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Tindakan yang telah dirancang dilaksanakan oleh penulis sendiri. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah dibuat.
c.    Observasi (Pengamatan)
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses observasi dilakukan oleh dua orang, yakni guru kelas III SDN 246 Rantebelu dan seorang rekan sejawat, untuk mengamati peneliti yang bertindak sebagai guru dalam kelas selama melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga chart dan abacus. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku dan aktivitas siswa selama proses belajar berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku guru terhadap siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
d.    Refleksi
Menganalisis, memahami, menjelaskan, dan menyimpulkan hasil dari pengamatan adalah merupakan rangkaian kegiatan peneliti pada tahap refleksi. Peneliti bersama pengamat menganalisis dan merenungkan hasil tindakan pada siklus tindakan sebagai bahan pertimbangan apakah pemberian tindakan yang dilakukan perlu diulangi atau tidak. Jika perlu diulangi, maka peneliti menyusun kembali rencana (revisi) untuk siklus berikutnya. Demikian seterusnya hingga memperoleh peningkatan, bila hasil yang diperoleh belum memenuhi target yang telah ditetapkan  pada indikator keberhasilan maka penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan memperbaiki tindakan yang telah dilakukan sebelumnya.
E.    Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara /teknik   sebagai berikut :
1.    Pengamatan (Observasi)
Pengamatan dilakukan oleh siswa yang terlibat langsung secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Dalam pelaksanaan kegiatan ini digunakan pedoman pengamatan dalam bentuk observasi untuk mencatat peristiwa-peristiwa yang dianggap penting dalam pelaksanaan tindakan tersebut.
2.    Tes
Tes awal ini diberikan guru bersama peneliti untuk mengetahui macam-macam kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal Matematika dalam bentuk cerita. Tes digunakan pada setiap tindakan dengan tujuan untuk melihat kemajuan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan merumuskan analisis serta refleksi untuk tindakan berikutnya.
3.    Dokumentasi
Dokumentasi di sini adalah berupa data-data yang diambil dari sekolah, baik berupa data nilai, rencana pelaksanaan pembelajaran, serta data tentang jumlah siswa, foto atau rekaman dalam menambah keabsahan data di lapangan dalam pembelajaran.
F.    Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan atas pertimbangan, bahwa jenis data yang diperoleh di lapangan berbentuk kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas siswa dan guru. Di mana data tersebut akan diubah menjadi kalimat yang bermakna dan ilmiah. Model analisis yang digunakan pada saat pengumpulan data sesuai dengan model analisis yang dikemukakan oleh              Mills ( 2000 : 9 ) dalam Khalik ( 2009 : 38 )  yaitu model mengalir (flow model). Model ini terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verfikasi. Ketiga komponen dilakukan secara baraturan.
    Jumlah yang muncul
                     Nilai   =                         x   100 %
                                 Jumlah yang seharusnya
Tabel: 3. 1. Tingkat keberhasilan (Mills, 2000 : 9)
Taraf Keberhasilan    Kualifikasi
85 % - 100 %    Sangat Baik (SB)
70 % - 84 %    Baik (B)
55 % - 69 %    Cukup (C)
46 % - 54 %    Kurang (K)
0 % - 45 %    Sangat Kurang (SK)

Kegiatan mereduksi data dilakukan dengan menyeleksi, menfokuskan, dan menyederhanakan data. Penyajian data dilakukan dengan mengorganisasikan data hasil reduksi. Kegiatan penyimpulan dilakukan setelah reduksi dan penyajin data.  Apabila kesimpulan dirasakan tidak kuat, maka perlu verifikasi dan peneliti kembali mengumpulkan data di lapangan.   
Untuk menjamin keabsahan data akan digunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi merupakan proses menemukan kesimpulan dari berbagai sudut pandang dari sejumlah sumber yang berbeda dengan menggunakan metode bervariasi. Trianggulasi yang dilakukan adalah membandingkan data hasil observasi, pekerjaan siswa dan wawancara. Sedangkan diskusi dari teman sejawat bertujuan membicarakan proses maupun hasil penelitian. Peneliti juga berdiskusi dengan teman sejawat (rekan-rekan mahasiswa SI berasrama angkatan ketiga) dan rekan-rekan guru SDN 246 Rantebelu.

G.    Instrumen Penelitian
Sesuai dengan paradigma penelitian tindakan kelas, terdapat dua instrumen pokok yang digunakan untuk mengumpulkan data instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar dan observasi.  
1.    Tes Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan tes hasil belajar adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki siswa dengan menggunakan soal yang di dalamnya terdapat dua bentuk yakni lisan dan tulisan.
2.    Observasi
Yang dimaksud dengan observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat suatu metode yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap objek penelitian dengan menggunakan seluruh  alat indra.
H.    Indikator Penelitian
Rendahnya hasil belajar siswa di SDN 246 Rantebelu, sebelum diadakan tindakan, dinyatakan dalam kategori sangat rendah. Untuk memperbaikinya dilakukan tindakan dengan menerapkan penggunaan alat peraga, sehingga hasil belajar siswa ada peningkatan dan dapat menjadi acuan tindakan berikutnya. Penelitian tindakan kelas ini direncanakan pelaksanaannya dalam tiga siklus yang terdiri dari beberapa pertemuan. Pada penelitian tindakan kelas ini kriteria keberhasilan tindakan ialah jika hasil belajar siswa pada penggunaan alat peraga chart dan abacus pada materi pengurangan bilangan cacah  : 1) pemahaman Matematika siswa telah meningkat pada materi pengurangan bilangan cacah  dapat meningkat baik secara individu pada setiap siklus, 2) secara klasikal rata-rata pemahaman siswa mengalami peningkatan pada setiap siklus, dan 4) rata-rata nilai siswa menunjukkan tingkat pencapaian 70 atau 80 dari nilai rata-rata yang mungkin dicapai (100).
Kriteria yang digunakan untuk mengungkapkan hasil belajar murid adalah dengan kriteria yang dikemukakan oleh  Mills, (2000:9) bahwa taraf keberhasilan 85% - 100% dikategorikan sangat baik, 74% - 84% dikategorikan baik,  55% - 69% dikategorikan cukup, 46% - 59% dikategorikan kurang, 0% - 45% dikategorikan sangat kurang.

1 komentar: